nah kali ini ada satu yang unik dari salah satu prodi di UNAIR
UNAIR NEWS – Tiap jurusan di sebuah kampus memiliki kekhasan. Begitu
pula, para mahasiswanya. Dosen Fakultas
Ilmu Budaya (FIB) Kukuh Yudha Karnanta menuturkan, jurusan sastra memiliki mahasiswa dengan karakterisktik unik.
“Ini mungkin dikarenakan atmosfer perkuliahan
dan topik bahasan di jurusan sastra yang modelnya berbeda dengan jurusan lain,”
ujar dia. Apa saja keunikannya? Berikut sekelumit informasi tentang itu.
Memiliki Banyak Alternatif Solusi
Mahasiswa di jurusan sastra diwajibkan
membaca banyak referensi berupa buku sastra. Karya-karya tersebut kerap kali
memunyai ragam tafsir, plot melompat-lompat, dan konteks yang tidak linier. Mahasiswa
dirangsang untuk tidak
hanya berpikir melalui satu jalan. Sebaliknya, mereka diarahkan untuk terus
mempertebal imajinasi.
Oleh karena selalu dilatih untuk
berwawasan luas, para mahasiswa pun cenderung memikirkan banyak alternatif
solusi saat menghadapi persoalan di kehidupan sehari-hari. Berteman dengan
mahasiswa jurusan sastra sangat menyenangkan. Karena, dia pasti memiliki aneka
perspektif yang menarik untuk disimak.
Yang terpenting, mereka bukan golongan
yang saklek, suka menyalahkan, dan kolot. Sikap toleransinya tinggi. Mereka
lebih gampang menerima perbedaan.
Karya sastra hanya bisa dipahami dengan melibatkan
perasaan. Karena memang, sisi humanisme yang diolah sedemikian rupa. Baik
cerpen, novel, puisi, drama, dan lain sebagainya, merupakan hasil kontemplasi
mendalam. Ditulis dari hati dan pikiran yang jernih, guna menyentuh hati dan
pikiran yang jernih pula.
Kondisi ini ikut mengasah rasa empati para
mahasiswa sastra. Mereka gampang tersentuh dan responsif terhadap perasaan
orang lain. Kontan, mereka gemar menolong orang-orang di sekitar.
Sering Baper
Karakter ini adalah kebalikan dari
keunikan sebelumnya. Oleh karena selalu bermain dan belajar dengan karya-karya
yang melibatkan perasaan, mahasiswa sastra kerap terjebak Baper (terbawa
perasaan, Red). Muaranya, mereka menjadi alay alias lebay terhadap suatu kondisi.
“Selalu ada tarik-menarik antara rasa empati dan baper. Seharusnya, rasa empati
yang mendominasi. Karena muatannya pasti positif,”ujar Kukuh.
Baper bisa menjadi tidak baik bila
kemudian mengarahkan pribadi untuk gampang melamun dan terlalu sensitif. Sebab,
bila diteruskan, sifat ini bakal menjerumuskan diri pada karakter gampang
tersinggung dan banyak berprasangka. (*)
Penulis: Rio F. Rachman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar